Tersangka Kasus Pengunggah Konten PKI Enggan Meminta Maaf Ke Jokowi
Pojok Nasional. Jundi Kurniawan (27), tersangka penyebar ujaran kebencian lewat media sosial Instagram ogah meminta maaf kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas konten unggahannya yang menuding Jokowi sebagai pengikut Partai Komunis Indonesia (PKI).
Hal tersebut ia sampaikan saat diberikan kesempatan untuk memberikan pernyataan di hadapan awak media dalam konferensi pers di Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dittipidsiber Bareskrim) Polri, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Jumat (23/11).
Awalnya, Jundi menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh anggota keluarganya, masyarakat Indonesia, dan institusi Polri. Dia juga sempat meminta ampun kepada Allah atas perbuatan yang telah dilakukannya.
"Saya minta maaf kepada keluarga saya, seluruh warga Indonesia, kepada Polri. Saya juga memohon ampun kepada Allah, Tuhan saya atas postingan di akun Instagram saya," ucap Jundi.
Namun, sosok yang ditangkap polisi di Aceh itu tidak melanjutkan permohonan maafnya kepada Jokowi. Saat ditanya wartawan terkait alasannya tidak meminta maaf kepada Jokowi, Jundi menyatakan bahwa dirinya bukan sosok yang membuat atau mengedit konten tersebut.
"Itu bukan saya yang edit. Itu ada di Instagram terus saya share (bagikan) sendiri," jelas dia.
Dari aktivitasnya di Instagram itu, Jundi pun mengaku mendapat banyak apresiasi dan pujian lewat layanan percakapan (direct message) yang tersedia di Instagram. Jundi merasa dirinya orang awam dan warga sipil yang bebas berekspresi.
Dari situ, dia mengaku tidak berpikir akan ditangkap oleh polisi atas berbagai konten yang ia unggah di Instagramnya sejak akhir 2016.
Pernyataan Jundi bertolak belakang dengan yang disampaikan polisi di mana menyebutkan bahwa 843 dari 1.186 unggahan Jundi merupakan hasil editan dia sendiri menggunakan aplikasi edit foto, Photoshop.
"Waktu itu saya jarang lihat berita penangkapan itu (pelaku ujaran kebencian). Saya pikir aman-aman saja," kata Jundi.
Jundi ditangkap jajaran Dittipidsiber Bareskrim Polri Jundi ditangkap pada 15 Oktober 2018 di wilayah Aceh. Dalam melancarkan aksinya, Jundi kerap berganti-ganti akun Instagram mulai dari SR23, suararakyat23id, sr23official, 23_official, suararakyat23b, suararakyat23id, hingga suararakyat23.ind.
Kepala Subdirektorat I Dittipidsiber Bareskrim Polri Komisaris Besar Dani Kustoni berkata, akun-akun Instagram tersebut dibuat oleh Jundi secara berkala setelah salah satu akun dibekukan oleh pengelola Instagram karena melanggar aturan.
"Beberapa kali akun yang bersangkutan di-suspend," kata Dani saat memberikan keterangan pers, Jumat (23/11).
Polisi pun menjerat Jundi dengan Pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) dan atau Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 16 junto Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pornografi dan atau Pasal 157 ayat 1 KUHP.
Jundi terancam pidana maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.
Hal tersebut ia sampaikan saat diberikan kesempatan untuk memberikan pernyataan di hadapan awak media dalam konferensi pers di Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dittipidsiber Bareskrim) Polri, kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Jumat (23/11).
Awalnya, Jundi menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh anggota keluarganya, masyarakat Indonesia, dan institusi Polri. Dia juga sempat meminta ampun kepada Allah atas perbuatan yang telah dilakukannya.
"Saya minta maaf kepada keluarga saya, seluruh warga Indonesia, kepada Polri. Saya juga memohon ampun kepada Allah, Tuhan saya atas postingan di akun Instagram saya," ucap Jundi.
Namun, sosok yang ditangkap polisi di Aceh itu tidak melanjutkan permohonan maafnya kepada Jokowi. Saat ditanya wartawan terkait alasannya tidak meminta maaf kepada Jokowi, Jundi menyatakan bahwa dirinya bukan sosok yang membuat atau mengedit konten tersebut.
"Itu bukan saya yang edit. Itu ada di Instagram terus saya share (bagikan) sendiri," jelas dia.
Dari aktivitasnya di Instagram itu, Jundi pun mengaku mendapat banyak apresiasi dan pujian lewat layanan percakapan (direct message) yang tersedia di Instagram. Jundi merasa dirinya orang awam dan warga sipil yang bebas berekspresi.
Dari situ, dia mengaku tidak berpikir akan ditangkap oleh polisi atas berbagai konten yang ia unggah di Instagramnya sejak akhir 2016.
Pernyataan Jundi bertolak belakang dengan yang disampaikan polisi di mana menyebutkan bahwa 843 dari 1.186 unggahan Jundi merupakan hasil editan dia sendiri menggunakan aplikasi edit foto, Photoshop.
"Waktu itu saya jarang lihat berita penangkapan itu (pelaku ujaran kebencian). Saya pikir aman-aman saja," kata Jundi.
Jundi ditangkap jajaran Dittipidsiber Bareskrim Polri Jundi ditangkap pada 15 Oktober 2018 di wilayah Aceh. Dalam melancarkan aksinya, Jundi kerap berganti-ganti akun Instagram mulai dari SR23, suararakyat23id, sr23official, 23_official, suararakyat23b, suararakyat23id, hingga suararakyat23.ind.
Kepala Subdirektorat I Dittipidsiber Bareskrim Polri Komisaris Besar Dani Kustoni berkata, akun-akun Instagram tersebut dibuat oleh Jundi secara berkala setelah salah satu akun dibekukan oleh pengelola Instagram karena melanggar aturan.
"Beberapa kali akun yang bersangkutan di-suspend," kata Dani saat memberikan keterangan pers, Jumat (23/11).
Polisi pun menjerat Jundi dengan Pasal 45 A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) dan atau Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 16 junto Pasal 4 huruf b angka 1 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 4 ayat (1) juncto Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2007 tentang Pornografi dan atau Pasal 157 ayat 1 KUHP.
Jundi terancam pidana maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.
Komentar
Posting Komentar